Minggu, 17 Januari 2021

Bagaimana cara untuk menentukan Rencana Bisnis dari Awal

             Rencana Bisnis, ya pada kali ini saya akan membahas mengenai tugas Motivasi Kewirausahaan untuk UAS yaitu membuat rencana bisnis. Rencana bisnis yang telah saya rencanakan yaitu membuat dan menjual style hijab atau fashion hijab seperti kerudung pashmina, jilbab syar'i, baju gamis, dan mukena. Nah setelah saya menentukan bisnis apa yang akan saya kerjakan lalu kemudian saya mulai menentukan Harga Pokok Produk untuk menentukan harga jual produk saya. Setelah itu saya mulai menentukan segmen pasar yang dituju dan bagaimana caranya agar produk itu bisa diterima oleh para konsumen. Maka dari itu saya berusaha untuk memaksimalkan produk saya tetapi berusaha juga untuk dapat menjual nya dengan harga yang tidak terlalu mahal. Jika kalian penasaran silahkan untuk tonton Rencana Bisnis | Motivasi Kewirausahaan || Pramia Andriana Putri

Sabtu, 16 Januari 2021

Shifatul Insan

 Manusia hendaknya selalu melakukan tazkiyah terhadap jiwanya, yakni dengan cara menghiasi dirinya dengan sifat-sifat mulia, di antaranya adalah:


1. Banyak bersyukur (syakur).


Hal ini tiada lain karena kita menyadari bahwa seluruh kenikmatan yang dirasakan selama ini adalah berasal dari Allah Ta’ala.


وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)…” (QS. An-Nahl, 16: 53)


Kenikmatan tersebut tak terhingga banyaknya,


وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl, 16: 18)


Maka seorang mu’min hendaknya tidak lepas dari sikap syukur ini, karena kehidupan ibarat roda yang berputar yang harus dihadapi dengan dua sikap: syukur atau sabar.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)


Banyak bersyukur adalah sifat para nabi. Nabi Nuh ‘alaihis salam dipuji oleh Allah Ta’ala karena sifat mulia ini,


إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا

“Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Isra’, 17: 3)


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menginginkan dirinya menjadi hamba yang bersyukur. Untuk itulah beliau selalu melaksanakan shalat malam hingga kedua kakinya bengkak. Manakala ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya, ”Mengapa Anda melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang dulu maupun yang akan datang?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:


أَفَلاَ أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا

”Tidak pantaskah jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim)


2. Kedua, penyabar (shabur).


Sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada dua sikap yang tidak bisa lepas dari kehidupan seorang mu’min, yaitu syukur dan sabar, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Oleh karena itu sikap sabar menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang mu’min.


Syaikh Yusuf Al Qaradawi dalam bukunya As-Shabru fil Quran membagi sabar menjadi enam macam, yaitu :


Sabar Menerima Cobaan Hidup. Seperti lapar, haus, rasa sakit dan kerugian harta. Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’” (QS. Al-Baqarah, 2: 155 – 156)


Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu. Yakni keinginan kepada segala macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Segala keinginan tersebut harus kita kendalikan dengan kesabaran agar tidak menyebabkan lalai dari mengingat Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun, 63: 9)


Sabar dalam Taat Kepada Allah Ta’ala. Yakni bersungguh-sungguh menghadapi rintangan yang menggoda, baik dari dalam maupun dari luar diri kita, seperti rasa malas, mengantuk dan kesibukan yang menyita waktu untuk beribadah.

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam, 19: 65)


Sabar dalam Berdakwah. Hal ini sebagaimana dinasihatkan oleh Luqman kepada anaknya yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”  (QS. Luqman, 31: 17)


Sabar dalam Perang. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 200)


Sabar dalam Pergaulan. Salah satu prinsip yang diajarkan Islam dalam pergaulan disebutkan di dalam ayat berikut,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa’, 4: 19)


3. Belas kasih (ra’ufun) dan keempat, kasih sayang (rahiimun)


Sifat ra’uf dan rahim adalah bagian dari sifat Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini,


إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah benar-benar amat Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah, 2: 143)


Kedua sifat ini pun dinisbatkan oleh Allah Ta’ala kepada pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah, 9: 128)


Maka, mereka yang berkehendak mentazkiyah jiwanya, tentu akan berupaya menghiasi jiwanya dengan kedua sifat mulia.


4. Lembut, santun, murah hati, atau toleran (halim).


Al-Halim  adalah salah satu nama dan sifat Allah Ta’ala. Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam Syarh Al-Asma’ul Husna menyebutkan bahwa Al-Halim maknanya adalah penyantun yang sempurna, yang sifat santun-Nya juga mencakup orang-orang kafir dan fasiq serta ahli maksiat. Dia menahan hukuman-Nya terhadap orang-orang yang berbuat zalim untuk memberi tempo agar mereka bertaubat.


Al-Halim  juga bermakna Yang terus memberikan nikmat-nikmat kepada makhluk-Nya, lahir maupun batin, walaupun mereka berbuat maksiat dan banyak kesalahan. Allah Ta’ala tidak segera membalas orang-orang yang bermaksiat, namun Dia memberi mereka waktu agar bertaubat dan kembali.


Orang-orang yang yang ingin melakukan tazkiyah akan meneladani sifat-sifat Allah Ta’ala tersebut, sehingga mereka senantiasa  bersikap lembut, santun, murah hati, dan toleran.


5. Suka bertaubat (awwab).


Manusia adalah makhluk yang lemah. Mereka -tanpa kecuali- seringkali berbuat khilaf dan salah. Namun di dalam ajaran Islam, orang yang baik itu bukanlah orang yang tidak pernah berbuat khilaf dan salah; akan tetapi menurut Islam orang yang baik itu adalah orang yang jika terlanjur berbuat salah ia segera bertaubat kepada Allah Ta’ala.


Bahkan salah satu ciri orang bertakwa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah:


وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran, 3: 135)


Disebutkan pula di dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak Adam (manusia) pasti sering berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang mau bertaubat.” (H.R. Ibnu Majah no. 4251 dan lainnya).


Oleh karena itu, seseorang yang ingin mentazkiyah jiwanya hendaknya berupaya memiliki sifat awwab ini. Mereka selalu sadar terhadap kekurangan dan kesalahan yang diperbuatnya, lalu segera mengiringinya dengan taubat disertai keyakinan bahwa Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


اللَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ ، وَقَدْ أَضَلَّهُ فِى أَرْضِ فَلاَةٍ

“Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (HR. Bukhari no. 6309 dan Muslim no. 2747).

Thaqatal Insan

 Potensi Manusia


Allah Ta’ala membekali manusia dengan at-thaqah –potensi-, yaitu as-sam’u (pendengaran), al-basharu (penglihatan), dan al-fuadu (hati). Banyak sekali firman Allah Ta’ala yang menyebutkan tentang hal  ini, diantaranya adalah.


قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ

“Katakanlah: ‘Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati’. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. Al-Mulk, 67: 23)


Allah Ta’ala menganugerahkan telinga kepada manusia yang dengannya ia dapat mendengarkan ajaran-ajaran agama Allah yang disampaikan kepadanya oleh rasul-rasul Allah. Dianugerahi-Nya pula manusia mata yang dengannya ia dapat melihat, memandang dan memperhatikan kejadian alam semesta ini. Diberi-Nya manusia hati, akal dan pikiran untuk memikirkan, merenungkan, menimbang dan membedakan mana yang baik bagimu dan mana yang tidak baik, mana yang bermanfaat dan mana pula yang tidak bermanfaat. Sebenarnya dengan anugerah-Nya itu manusia dapat mencapai semua yang baik bagi dirinya sebagai makhluk Allah.[1]


Firman-Nya yang lain:


وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl, 16: 78)


Allah Ta’ala mengeluarkan manusia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Tetapi sewaktu masih di dalam rahim, Allah Ta’ala menganugerahkan bakat dan kemampuan pada diri manusia, seperti bakat berpikir, mengindra dan lain sebagainya.


Setelah manusia itu lahir, dengan hidayah Allah Ta’ala segala bakat-bakat itu berkembang. Akalnya dapat memikirkan tentang kebaikan, kejahatan, kebenaran dan kesalahan, hak dan batal. Dan dengan bakat pendengaran dan penglihatan yang telah berkembang itu manusia mengenali dunia sekitarnya dan mempertahankan hidupnya serta mengadakan hubungan sesama manusia. Dan dengan perantaraan akal dan indra itu pengalaman dari pengetahuan manusia dari hari ke hari semakin bertambah dan berkembang. Kesemuanya itu merupakan rahmat dan anugerah Tuhan kepada manusia yang tidak terhingga.[2]


Karena itu seharusnyalah manusia bersyukur kepada-Nya dengan menjalankan al-mas’uliyyah (tanggung jawab) yang telah dipikulkan kepadanya, yakni mempergunakan segala nikmat Allah Ta’ala itu untuk beribadah dan patuh kepada-Nya.


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat, 51: 56)


Di saat memikul al-mas’uliyyah itu, ada dua pilihan di hadapan manusia; apakah menindaklanjutinya dengan al-amanah (sikap amanah) atau dengan al-khiyanah (sikap khianat).


****


Mereka yang memilih sikap amanah, di dunia ini akan dianugerahi kehormatan al-khilafah (kepemimpinan), sebagaimana disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya.


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur, 24: 55)


Berkenaan dengan al-khilafah ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan manusia:


Pertama, manusia bukan pemilik yang hakiki (‘adamu haqiqatil mulkiyah), karena Pemilik yang hakiki adalah Allah Ta’ala.


هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al-Hasyr, 59: 23)


Allah itu merajai segala apa yang di bumi dan di langit, bertasbih kepada-Nya dengan kehendak-Nya berdasarkan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya, suci dari segala yang tidak layak dan tidak sesuai dengan ketinggian dan kesempurnaan-Nya. Tuhan Yang Maha Perkasa, menundukkan segala makhluk-Nya dengan kekuasaan-Nya, Maha Bijaksana dalam mengatur hal ihwal mereka. Dia-lah yang lebih mengetahui kemaslahatan mereka, yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat kelak.[3]


يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ

“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah, 62: 1)


Kedua, manusia harus mengembannya  sesuai dengan kehendak pihak yang mewakilkan kepemimpinan tersebut ( at-tasharruf bi-iradatil mustakhlif), yakni Allah Ta’ala.


Apa yang dikehendaki Allah Ta’ala dari mereka yang telah diberi kekuasaan di muka bumi?


Dia berfirman,


الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al Hajj, 22: 41)


Ayat di atas menegaskan bahwa mereka yang diberi kekuasaan di muka bumi hendaknya melakukan hal-hal berikut ini:


Mendirikan shalat pada setiap waktu yang telah ditentukan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Makna yang lebih luas adalah bahwa para pemimpin Islam hendaknya membimbing umat Islam agar menjalankan shalat dan peribadahan dengan konsekuen, mengarahkan mereka agar menjaga hubungan dengan Allah Ta’ala, menjaga akhlak, keimanan, dan ketakwaan mereka. Karena salah satu tujuan dari shalat adalah menyucikan jiwa dan raga, mencegah manusia dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar serta mewujudkan takwa yang sebenarnya.

Menunaikan zakat. Makna yang lebih luas adalah bahwa para pemimpin Islam hendaknya mengarahkan umatnya agar meyakini bahwa di dalam harta si kaya terdapat hak orang-orang fakir dan miskin. Dengan kata lain, seorang pemimpin Islam hendaknya berupaya mewujudkan solidaritas sosial di tengah-tengah umatnya, diantaranya adalah dengan menegakkan syariat zakat.

Menyuruh manusia berbuat makruf dan mencegah perbuatan munkar. Para pemimpin Islam memiliki tugas untuk mendorong manusia mengerjakan amal saleh, memimpin manusia malalui jalan lurus yang dibentangkan Allah, dan dengan kekuatannya, mereka mencegah orang-orang yang biasa mengerjakan larangan-larangan Allah. Dengan kata lain, seorang pemimpin Islam berkewajiban menjalankan fungsi kontrol sosial.

Tindakan mereka sesuai dengan firman Allah Ta’ala,


كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3: 110)


Ketiga, dalam mengembannya manusia tidak boleh menentang peraturan yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala (‘adamut ta’addi ‘alal hudud).


Sebagai pengemban khilafah, manusia wajib melaksanakan peraturan Allah dan menjaganya. Allah Ta’ala menyebutkan bahwa salah satu ciri-ciri orang beriman itu adalah,


وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ

“…dan yang memelihara hukum-hukum Allah.” (QS. At-Taubah, 9: 112)


Jadi, sebagai individu dan pemimpin, manusia harus berupaya menjaga diri dan umatnya agar tidak melampaui batas dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala, yaitu berupa syariat dan hukum-hukum-Nya demi kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.

Nafsul Insan

 Nafsul Insan 


Jiwa manusia terdiri dari tiga jenis.


Pertama, jiwa yang ar-ruh (qalbu, azam, dan akal)-nya mampu mengendalikan al-hawa (syahwat, kecenderungan, khayalan, dan keinginan)-nya. Maka, jiwa yang seperti ini kecenderungannya adalah ad-dzikr.


Allah Ta’ala berfirman,


الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran, 3: 191)


Kondisi jiwa yang memiliki kecenderungan yang kuat untuk selalu dzikrullah ini disebut an-nafsul muth’mainnah (jiwa yang tenang).


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du, 13: 28)


Mereka yang senantiasa tenang dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala ini akan diseru di saat menjelang kematian dan di akhirat kelak dengan seruan agung dari kerajaan langit,


يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ  ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً  فَادْخُلِي فِي عِبَادِي  وَادْخُلِي جَنَّتِي

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr, 89: 29-30)


Kedua, jiwa yang ar-ruh (qalbu, azam, dan akal)-nya tarik menarik dengan al-hawa (syahwat, kecenderungan, khayalan, dan keinginan)-nya. Jenis jiwa yang seperti ini kecenderungannya masih terpengaruhi ar-ra’yu (rasio). Sedangkan ar-ra’yu seringkali pijakannya adalah dzhan (sangkaan). Inilah yang membuat jiwa berada dalam keadaan ragu memilih (iman atau kafir, taat atau maksiat, baik atau buruk).


مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا

“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS. An-Nisa, 4: 143)


Jika kondisi tarik menarik ini terjadi kepada seorang muslim, maka jadilah jiwanya an-nafsul lawwamah—jiwa yang menyesali diri. Allah Ta’ala menyebut jenis jiwa seperti ini dalam firman-Nya,


وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah, 75: 2)


Disebut nafsul lawwamah, karena jiwa ini suka menyesali dirinya karena sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu; menyesali dirinya karena berbuat kejahatan, menyesali dirinya karena tak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Jiwa ini sebenarnya tidak senang memperturutkan perbuatan mendurhakai Allah, akan tetapi kadangkala ia terkalahkan oleh rasio dan syahwatnya.


Ketiga, jiwa yang ar-ruh (qalbu, azam, dan akal)-nya dikendalikan oleh al-hawa (syahwat, kecenderungan, khayalan, dan keinginan)-nya. Maka, jiwa yang seperti ini kecenderungannya adalah kepada asy-syahwat semata.


أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al-Furqan, 25: 43)


Kondisi jiwa yang memiliki kecenderungan yang kuat kepada syahwat ini disebut an-nafsul amaratu bis-suu-i (jiwa yang memerintahkan kepada kejelekan). Penyebutan ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang menceritakan ungkapan penyesalan isteri Al-Aziz yang telah memfitnah Nabi Yusuf ‘alaihis salam,


وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf, 12: 53)


Jiwa yang dikendalikan oleh al-hawa dan berorientasi syahwat akan mengalami kerugian yang besar, karena ia akan dibiarkan sesat oleh Allah Ta’ala.


أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah, 45: 23)

Job Interview

 Job Interview 


      A job interview is a formal meeting between a job seeker and an employer. Explanation: The statement is true. Interview is a formal face-to-face meeting. 

      A job interview is a formal meeting between a job seeker and the employer where theemployer evaluates the interviewee’s achievements and educational accomplishments for thequalification of the job they are interviewed for. It is important to make special preparationswhen attending a nursing role interview. Taking a review of the organization that is interviewinggreatly gives a candidate an upper hand at understanding the principles of this organization andincreases the chances of being selected (Mellor, & Gregoric, 2016).Before the attendance of an interview, it is important to create a professional portfolio. Acover letter, resume and notable accomplishments that are detailed make up a perfectprofessional portfolio. The role of the portfolio is to clearly show basic nursing information,knowledge, skills and academics possessed upon request by the authorities. A portfolio is madeup of past achievements, present visions and future attributes in the nursing field and theseaspects make it an advantageous tool in the interviews and job applications (Peddle, et. al.,2016). With the portfolio, the employer will be able to match the skills I pose with therequirements.Preparing for a first time impression is also another factor that I will get ready for in thenursing role interview. A first-time impression I will achieve by ensuring high levels of.

Job interview





Telephoning : Start the Call

 Telephoning : Start the call

Example : Greeting

                  Introducing yourself, your role and your company.

                  Background 

                  Small talk

                  Purpose


Answering (Recaiver)

• Hello ACX Consulting. How many I help you

• Hello ACX Consulting Paul Lowe speaking may I help you 

• Hello ACX Consulting Paul Lowe speaking

• Hello Paul Lowe speaking

• Hello Paul Lowe

• Hello Lowe

• Lowe


Caller - greeting/introduction 

Recaiver 

Hello Paul Lowe speaking

Caller 

• Hai Paul, my name this is Mike Cheng from RIB Engineering

• Hai Paul, its Mike Cheng from RIB Engineering

• Hai Paul, its Mike from RIB

• Hai Paul its Mike (here)

• Hai paul, Mike 


Of known - make small talk - 'well being'

Receiver        : Robert Parker speaking

Caller             : Hai Robert it's Freda

Recaiver        : How are going Freda 

Caller             : I fine, Robert you? 

Receiver        : Really good 

                          and what can i do for you today? 

Caller             : I'm calling to.....


Introduc my self

       Self intoduction is how we introduce someone or something we want to someone else

      Self introduction is a situation where a person introduce him/her self to another person or some people to make other people know him/her

      Below are some examples about introduction 

1. Introduce my self


Let me introduce my self my name is Pramia,  my full name is Pramia Andriana Putri, my nick name is Mia, i come from leuwinutug village, cililin sub-district, west bandung district. 


When my elementary school went to SD Negeri bongas, after that I continued to junior high school 1 cililin, then I continued to high school 1 cililin, and now I continue my studies at STIE Stembi Bandung (Bandung Business School) with a major in management.

 

My daily activities at home are studying, and helping to clean the house starting from sweeping the floor, then mopping the floor, after that washing dishes, and finally washing clothes. 



2. Dialogue if i meet my teacher in the morning


Pramia: Good morning ma'am.


Mrs. Teti: Oh good morning Pramia.


Pramia: Ma'am, may i ask something?


Mrs. Teti: Of course, what do you want to ask?


Pramia: What will we learn today ma'am?


Mrs. Teti: Today's material is to introduce yourself.


Pramia: Ok ma'am, thank you very much.


Mrs. Teti: Yes, you're welcome.



3. Dialogue by using formal greeting and introducing 


Pramia : Good Morning.


Zulfatin : Good morning.


Pramia : How are you?


Zulfatin : I’m good, thanks for asking, how are you?


Pramia : I’m fine, thank you. My name is Pramia, you can call me Mia.


Zulfatin : I’m Zulfatin, you can call me Zeze for short. Well, what do you do?


Pramia : I’m a college student, I studied at STIE Stembi Bandung (Bandung Business School), majoring in Management. How abaout you?


Zulfatin : That’s nice. We same i studied at STIE Stembi Bandung too.


Pramia : It’s such a pleasure to meet you today.


Zulfatin : It’s very nice to meet you too John.


Pramia : Goodbye.


Zulfatin : Bye.



4. Make a dialogue by using formal greeting and introducing


Pramia : May i introduce my self? 


Nona : Sure.


Pramia : My name is Pramia, what is your name ? 


Nona : Oh hai Pramia, my name is Nona.


Pramia : Oh hai Nona glad to meet you.


Nona : Yes thank you.


Pramia : Sorry Nona like i have to go home now, see you later.


Nona : Yes, see you later.



5. Dialogue introducing others 


Pramia : Hai Noni where do you live?


Noni : I live at pasir tengah village. Where do you live? 


Pramia : I live at Leuwinutug village, cililin sub-district, west bandung district.


Noni : Ok Pramia nice to meet you. 


Pramia : Nice to meet you too Noni. Bye 


Noni : Bye.



6. Personal information


My first name is Pramia, my last name Andriana Putri, my nick name Mia


I come from at Leuwinutug village, cililin sub-district, west bandung district. 


I studied at STIE Stembi Bandung (Bandung Bussines School), majoring in Management.

My daily activities at home are studying, and helping to clean the house starting from sweeping the floor, then mopping the floor, after that washing dishes, and finally washing clothes. besides that I also often help my father sell.


right last September I celebrated my 19th birthday, because I was born in September 2001.


My hobbies are reading, writting,  learn to editing, and much more.

My goal is to become a successful young entrepreneur in the world and the hereafter, to be a pious child, and to be a useful person.








Laporan dan video promosi MS by Kyrafi

 Adapun laporan produk kami yaitu sebagai berikut :  Laporan pembuatan produk sajadah MS by Kyrafi Adapun video promosi produk kami yaitu se...